ALAT UKUR FISIKA BERHURUF BRAILLE, JUARA 1 PPRI 2011

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pelajaran yang cenderung membutuhkan banyak penalaran dan pemahaman, sehingga diperlukan suatu media untuk mempermudah bagi siswa tunanetra dalam memahami pelajaran yang dimaksud. Sedangkan hambatan yang mereka alami ketika mereka belajar IPA adalah banyaknya materi yang menuntut peran aktif visual dalam menerima materi misalnya ketika mempelajari Fisika. Materi Fisika disajikan dalam fakta-fakta gejala alam yang dituangkan dalam matematis, sedangkan salah satu materi praktikum adalah bagaimana cara melakukan pengukuran besaran fisika misalnya panjang, massa, gaya, volume yang mana merupakan konsep dasar dalam mempelajari Fisika. Siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan sehingga menghambat dalam kegiatan praktikum IPA khusunya Fisika dikarenakan membutuhkan kemampuan untuk menggunakan alat pengukuran yang mana identik dengan pembacaan skala. Dalam kegiatan pengukuran diperlukan alat ukur agar mendapat nilai kuantitatif besaran fisisnya. Hal ini menjadi perhatian Janu Arlinwibowo, Delthawati Isti R dan Rina Supriyani mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang membuat suatu inovasi alat ukur besaran fisika yang dapat digunakan dalam praktikum IPA untuk siswa tunanetra berupa alat ukur panjang, massa, gaya, dan volume dengan menggunakan huruf Braille. Inovasi ini juga dituangkan dalam karya tulis berjudul “Inovasi Alat Ukur Besaran Fisika Berhuruf Braille Guna Mendukung Kelancaran Siswa Tunanetra Dalam Mempelajari Materi Pengukuran” dan diikutsertakan dalam Lomba Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-10 tahun 2011 yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan AJB Bumiputera 1912 dan merupakan ajang kompetisi ilmiah bagi mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia jenjang S1 dengan rentang usia 20-24 tahun yang memiliki ketertarikan dalam bidang penelitian yang terbagi atas bidang lomba Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT). Pada presentasi di gedung Sasana Widya Sarwono LIPI Jakarta tanggal 3 Oktober 2011 karya tulis ini dinobatkan menjadi juara pertama bidang IPA dengan hadiah dua belas juta rupiah. Adapun para juaranya adalah juara 1 Janu Arlinwibowo, Delthawati Isti R dan Rina Supriyani dari Fakultas MIPA Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta, juara 2 Mirza Zaka Pratama dari Fakultas Kedokteran Umum Universitas Brawijaya Malang dan juara 3 Adityawarman dan Deviana Ayu Aresma dari fakultas MIPA program studi biologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Kalimantan Selatan. Janu menjelaskan bahwa penelitian ini dimulai sejak awal awal Februari 2011 sampai dengan akhir Agustus 2011 yang dilaksanakan di beberapa tempat yaitu Laboratorium Bengkel Fisika FMIPA UNY, Resource Centre Yogyakarta (SLBN 1 Bantul), MTs LB/A Yaketunis, dan MAN Maguwoharjo yang merupakan sekolah inklusi serta dibantu Drs. H. Setia Adi Purwanta, M. Pd ahli media Pendidikan Luar Biasa sekaligus pimpinan Resource Centre Yogyakarta, Dr. Ishartiwi ahli Teknologi Pendidikan Luar Biasa dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta dan Pujianto, M.Pd ahli Pendidikan Fisika dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Delthawati Isti menjelaskan bahwa produk inovasi dari penelitian ini adalah alat ukur besaran fisika berhuruf Braille berupa Mistar Braille, Neraca Pegas Braille, Gelas Ukur Braille serta LKS berhuruf Braille. “Penilaian kelayakan alat ukur tersebut berdasarkan syarat alat ukur yaitu valid, reliable, dapat digunakan secara internasional, mudah diproduksi dan aman digunakan.” Kata Delthawati, “Dari rekomendasi tersebut disimpulkan bahwa penulisan skala timbul hasilnya akan baik jika menggunakan alumunium 0,1 mm.” Alat ini diujikan di kelas X di MAN Maguwoharjo dengan Zainal Romdhon, Trismunandar, dan Ahmad Abdullah sebagai siswa yang terpilih sebagai praktikan. Mistar Braille, Neraca Pegas Braille, dan Gelas Ukur Braille dapat membantu siswa tunanetra dalam memahami materi pengukuran secara utuh. Menurut Trismunandar, adanya alat inovasi yang dapat memfasilitasi siswa tunanetra dalam praktikum akan memberikan pengaruh besar terhadap pemahaman karena selama ini pelajaran IPA siswa tunanetra hanya dominan pada indera pendengaran. Kondisi tersebut membuat siswa tunanetra mudah melupakan materi yang didapatkan.

Tags: